Pada postingan sebelumnya sudah saya uraikan, terkait dengan kondisi wilayah desa kemejing yang sebagian besar perbukitan, dan terasering/sengkedan. perumahannya pun berblok blok atas bawah seperti stadion namun bedanya kalau desa kemejing tengahnya bukan lapangan tapi sungai.
Seperti di dusun sinongko tepatnya di samping mushola yang dekat dengan Kepala Dusun Sinongko yaitu Bapak Banarudin, yang longsor akibat tergerusnya air hujan yang lumayan deras bahkan hampir sampai ruang untuk pengimaman, “lawong wingi udane deres, njuk lemah seng pinggiran langgar kae longsor, ndelalah yo durung ono penguate, paling nek wes di pondasi seko ngisor yo mendingan ora longsor banget.” (kemarin hujan lebat,tanah yang dipinggir mushola itu longsor dan taludnya belum ada jadi tanahnya kekuatannya kurang maksimal) : kata salah satu warga sekitar mushola.
atas swadaya masyarakat dan musyawarah warga agar tidak longsor lagi ketika musim penghujan tiba maka, di bangun talud dengan memakan biaya kurang lebih 17,5 juta.
Pentingnya perencanaan dalam sebuah proses membangun itu sangat penting. Sudah sedikit disinggung mengenai pentingnya perencanaan dan penggunaan sebuah perencanaan dalam proses pelaksanaan pekerjaan. Karena menjadi sebuah kesia-siaan apabila dibuat sebuah perencanaan tapi dalam pelaksanaan pekerjaan tidak mengacu pada perencaanaan yang sudah dibuat. warga desa beserta pemerintah desa kemejing merencanakan pembangunan jembatan lingkar antara dusun ngaglik dan sinongko.
Untuk menyicil pembangunan jembatan tersebut, tahun 2015 ini membangun Talud untuk Jembatan Sinongko tepatnya di dusun Ngaglik, ini juga memakan anggaran kurang lebih 12,5 Juta.
semua biaya infrastruktur diatas diambil dari Anggaran Dana Desa 2015.
Selebihnya ADD 2015 di gunakan untuk Pemerintahan Desa lainnya, seperti Penghasilan tetap, biaya operasional Pemerintahan Desa, Tunjangan BPD, insentif RT,RW dan lainnya.